Sunday, April 27, 2008

Tren Pemimpin Wanita

Menjadi seorang pemimpin dengan aktifitas yang menuntut seseorang untuk selalu tetap energik, bergerak, sigap, serta mengedepankan pikirannya kini tidak lagi menjadi monopoli kaum adam saja. Pada abad ke-20 khususnya pada dekade akhir isu persamaan hak asasi manusia salah satunya mengenai isu non diskriminasi gender antara kaum laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminin) secara lantang disuarakan. Selama ini budaya yang berkembang didunia cenderung bersifat “patrilinialis” yang membuat kaum wanita merasa termarginalkan atau golongan kelas dua setelah kaum pria.

Khusus dibidang politik masuknya wanita dalam kancah perpolitikan yang terbilang sebagai dunia yang penuh intrik, caci maki dan jauh dari “kehalusan” bisa terbilang sesuatu yang tabuh. Kita masih ingat dengan Margaret Thatcher dan Benazir Bhutto, di dunia internasional kedua nama tersebut tidak diragukan lagi kepolpulerannya sebagai seoang pemimpin wanita. Lalu di Indonesia ada Megawati yang mampu mengalahkan dominasi kaum pria dalam kepemimpinan di negeri ini. Dalam tulisan ini tidak akan lebih jauh membicarakan perkembangan kepemimpinan wanita secara dunia internasional tapi ingin mengambil dari konteks ke Indonesiaan dan kekinian.

Banyak yang menjadikan sosok kelahiran dan kehidupan Kartini sebagai simbol perjuangan wanita Indonesia. Namun kenyataannya wanita baru dapat muncul mengambil peranan strategis kepemimpinan baik dalam keprofesian hingga pemerintahan satu abad setelah kehadiran kartini. Apa yang menyebabkan kaum wanita berhasil menempatkan haknya yang setara dengan kaum pria dalam hal kepemimpinan?

Ada dua faktor pendobrak perubahan kaum wanita Indonesia, pertama adalah adanya pengaruh perubahan paradigma masyarakat dunia akibat dari pergerakan kaum feminis yang memperjuangkan hak kaum wanita di berbagai negara. Keberhasilan gerakan kaum feminis yang muncul dari eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet pada tahun 1785 diselatan Belanda. Pada abad 19 dan awal abad 20 keberhasilan gerakan feminisme mulai diterima masyarakat luas dengan gerakan yang mereka sebut Universal Sisterhood.

Salah satu keberhasilan kaum feminin memasukan filosofinya ialah dengan ditandai banyaknya konvensi internasional khususnya di bidang HAM yang memasukkan isu persamaan hak antara kaum wanita dengan pria serta menolak diskriminasi gender. Dari hal tersebut mau tidak mau suatu negara agar dikatakan sebagai negara yang beradab dan menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan harus ikut meratifikasi berbagai konvensi internasional tersebut, misalnya ICCPR Tahun 1966 (Internastional Covenant on Civil and Political Right) yaitu suatu konvensi internasional dibidang perlindungan hak sipil dan politik. Adanya dasar perlindungan hukum secara internasional tersebut menyebabkan suatu negara tidak terkecuali Indonesia menyesuaikan Hukum Nasionalnya dengan memasukkan isu perlindungan HAM itu salah satunya tentang non diskriminasi gender. Dalam Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimasukkan istilah Diskriminasi yaitu setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Masih dalam UU yang sama diatur mengenai Hak turut serta dalam pemerintahan dan menjamin keterwakilan wanita dalam lembaga legislatif,eksekutif dan yudikatif.

Dalam Amandemen UUD Pasal 28 D ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan persamaan kedudukan dalam hukum, pekerjaan dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Dengan demikian semakin jelas posisi dan kedudukan wanita dilindungi oleh hukum positif Indonesia. hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyak munculnya tokoh-tokoh wanita yang menjabat peranan signifikan dalam suatu perusahaan hingga pemerintahan.

Faktor penentu kedua ialah bahwa selama dipimpin oleh pria timbul sebuah kekecewaan karena tidak terakomodasinya kepentingan kaum perempuan, padahal jika ditinjau dari komposisi perbandingan penduduk dunia kaum wanita lebih banyak dibandingkan pria. Sehingga keterwakilan wanita dalam masalah-masalah penting kerap kali di kesampingkan. Faktor ini yang menyebabkan kekhawatiran kaum perempuan bila tidak menempatkan wakilnya dalam masalah kepemimpinan di sektor mana pun di negeri ini. Perubahan paradigma perempuan yang menghendaki kemandirian pun cukup berpengaruh dalam memunculkan pemimpin dari kalangan wanita , ini selaras dengan tingginya tingkat pendidikan kaum wanita. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin kritis cara berpikirnya.

Saat ini kepemimpinan yang dipegang oleh wanita sudah dapat diterima oleh masyarakat Indonesia terlebih sejak terpilihnya Megawati sebagai Presiden Wanita pertama di Republik ini. Kepemimpinan wanita sudah menjadi tren tersendiri yang mampu mewarnai nuansa kompetisi kepemimpinan yang sebelumnya didominasi oleh kaum pria. Mampukah wanita Indonesia menempatkan dirinya sebagai Pemimpin di Negeri ini? Kita tunggu saja perkembangnya ke depan, apakah akan muncul Megawati atau Ratu Atut Khosiah (Gubernur Banten) selanjutkan dalam kepemimpinan di Indonesia. Hal ini sekaligus peringatan bila kaum pria tidak mampu meningkatkan kualitas kepemimpinannya dengan menunjukkan keberpihakannya terhadap permasalahan wanita, mungkin saja kepemimpinan bergeser trennya kearah pemimpin wanita.

Sunday, February 24, 2008

Krisis Pangan Harus Segera Diakhiri

Ketika mantan Presiden Soeharto wafat banyak masyarakat Indonesia yang merasa kehilangan akan sosok presiden yang telah memimpin rakyat ini selama 32 tahun lebih, bahkan banyak dari rakyat kecil tidak pernah mempermasalahkan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh mantan Presiden kedua Indonesia ini. Alasan masyarakat untuk lebih mengenang jasa bapak pembangunan orde baru ini dibandingkan kediktatorannya yang tidak segan-segan mengesampingkan Hak azasi manusia sangat sederhana yaitu kehidupan rakyat khususnya “wong cilik” lebih sejahtera. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan yang dibuat oleh Pa Harto dalam Repelita (Rencana pembangunan lima tahun) yang berusaha meningkatkan sektor pertanian. Dan puncaknya adalah ketika pada 1984 Indonesia dinyatakan mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras atau mencapai swasembada pangan. Organisasi Pangan Dunia (FAO) pun mengundang Soeharto untuk menerima penghargaan atas prestasinya. Ini adalah salah satu prestasi besar yang pernah diterima Soeharto di kancah internasional. Sebagai wujud rasa syukurnya, Soeharto pun juga membawa buah tangan, yaitu gabah sebanyak 100.000 ton yang dikumpulkan secara gotong royong dan sukarela oleh petani Indonesia untuk diteruskan kepada warga-warga yang mengalami kelaparan di berbagai belahan dunia, khususnya di Afrika. “Bantuan antar petani ini merupakan sejarah yang pertama kali terjadi di dunia, sekaligus merupakan indikasi, keberhasilan pertanian saat itu di Indonesia,” demikian tertera pada halaman Soeharto Center. Prestasi itu membalik kenyataan, dari negara agraria yang mengimpor beras, kini Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pada tahun 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton, beras tetapi tahun 1984 bisa mencapai 25,8 juta ton.
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara nasional ini yang tidak mampu lagi dipertahanankan oleh pemerintahan pasca Soeharto hingga sekarang. Saat ini banyak rakyat yang sengsara akibat mahalnya harga berbagai kebutuhan pokok seperti: beras, minyak, gula, dan yang mencuat akhir-akhir ini adalah mahalnya harga kedelai. Kesengsaraan itu timbul dikarenakan daya beli masyarakat semakin menurun sedangkan harga barang semakin naik. Sehingga fenomena yang kita saksikan di media massa adalah banyak rakyat kecil yang beralih memakan nasi aking sampai ada yang tidak makan berhari-hari. Di berbagai daerah ditemukan kasus busung lapar atau kekurangan gizi. Kondisi seperti ini adalah sesuatu yang miris, mengingat negeri ini adalah negeri yang kaya akan sumber alam, dan luas wilayah tanahnya. Akan tetapi kita kalah dengan negara tetangga kita seperti Vietnam dan Thailand yang mampu menekspor berasnya untuk menutupi kekurangan stok beras tanah air. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Keterpurukan di bidang ekonomi ditambah dengan naiknya harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan Inflasi ditanah air, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Naiknya harga kebutuhan pokok dipicu oleh sulitnya menemukan barang tersebut dipasar dikarenakan reaksi panik dari masyarakat. Dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang kerap diwakili oleh menteri perdagang untuk melakukan sidak operasi pasar untuk menemukan dan menghukum pedagang ‘nakal’ dinilai hanya sebuah tindakan reaktif yang sia-sia saja. Betapa tidak jika operasi tersebut dengan mudah diketahui waktu pelaksanaannya. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah?
Sebagai regulator pemerintah harus membuat kebijakan yang mengutamakan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pangan. Langkah-langkah nyata perlu diwujudkan segera, jangan sampai kita hanya terjebak oleh polemik yang tidak produktif dan saling curiga dan saling tuduh sebagai penyebab krisis pangan ini. Setidaknya ada dua langkah yang bisa dilakukan. Pertama, Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan peningkatan produksi pertanian secara nasional. Caranya dengan meningkatkan reset dibidang teknologi pangan dan mengamankan dan memperluas lahan atau areal untuk menanam. Dengan adanya perhatian yang lebih dalam pengembangan reset di bidang teknologi pangan diharapkan nantinya kita mampu menghasilkan bibit unggul yang murah dan berkulaitas untuk menunjang peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian Tanah air. Disisi lain pemerintah harus mempermudah para petani dalam melakukan usahanya, yaitu dengan memberikan modal pertanian dan mensubsidi harga bibit, pupuk hingga membantu mendistribusikan hasil panen para petani.
Kedua, upaya hukum dalam menindak konspirasi yang terorganisir antara para pengusaha yang bekerjasama dengan oknum pemerintah dalam memainkan harga pasar perlu dilakukan. Caranya dengan mengkordinasikan pihak yang berwenang, yaitu Departemen Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Bulog, dan Kepolisian dalam menindak pihak-pihak yang secara hukum merugikan dan berbuat curang. Selama ini operasi pasar dilakukan untuk menindak pengusaha kecil, mengapa tidak dimulai dari pegawai di instasi yang terkait dengan permasalahan pangan ini. Sanksi tegas mutlak diperlukan untuk membuat efek jera. Agar para tengkulak dan pengusaha di bidang pangan takut jika ingin berbuat curang.
Apa yang terjadi dengan keadaan pangan di negeri sungguh bukan suatu hal yang baru. Kita sudah sering mengalami ini dari tahun-ketahun namun mengapa permasalahan ini seolah tidak bisa diatasi. Atau kita tidak mau belajar dari kesalahan yang sama sebelumnya. Sangat bodoh jika kita terjatuh kelubang yang sama untuk kedua kalinya.

Sunday, January 6, 2008

Berantas Korupsi Jangan Parsial!

Ada beberapa momentum penting di penghujung tahun 2007 ini yang mewakili berbagai dimensi kehidupan seperti kesehatan (hari aids 1 desember), hukum (hari anti-korupsi 9 desember), keagamaan ( Idul adha 20 desember dan Natal 25 desember) juga tidak lupa sebuah nilai kasih sayang kemanusiaan (hari Ibu 22 desember). Namun ada satu momentum yang sangat berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang berimplikasi pada dimensi kehidupan lainnya, sebuah nilai yang mengisyaratkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia kelak, yaitu peringatan hari anti korupsi 9 desember lalu.

Seluruh elemen bangsa Indonesia telah sepakat bahwa korupsi merupakan penyebab keterpurukan negeri ini di berbagai bidang kehidupan seperti: ekonomi, pendidikan, hukum, lingkungan hidup hingga kepada keamanan dan pertahanan Negara. Berbagai sendi kehidupan negara telah dirusak oleh penyakit akut yang bernama korupsi itu. Triliyunan rupiah jatah yang seharusnya diterima oleh rakyat melalui APBN dan APBD diambil secara zalim oleh para koruptor yang telah tertutup hati nuraninya oleh pemenuhan hawa nafsu kemewahan duniawi. Peringatan hari anti korupsi yang diselenggarkan setiap tanggal 9 desember yang baru saja berlalu pun tidak berdampak apapun terhadap penghilangan atau setidaknya pengurangan praktik korupsi di negeri ini. Meskipun pada acara peringatan tersebut dilaksanakan dan diikuti oleh para pejabat dari kejaksaan agung, kepolisian dan lembaga –lembaga negara lainnya nampaknya hasilnya akan tetap sama saja jika cara dan upaya yang diterapkan dalam praktik di lapangan tetap sama.

Ekspektasi luar biasa agar korupsi lenyap dari bumi pertiwi ini nampaknya masih jauh dari kenyataan. Dari catatan yang dihimpun oleh Indonesian Corruption Wacth (ICW), terdapat 76 kasus korupsi dengan 206 orang terdakwa yang diperiksa dan diputus oleh pengadilan di sebagian besar wilayah Indonesia, dari tingkat pertama (pengadilan negeri), banding (pengadilan tinggi), hingga kasasi (Mahkamah Agung). Dari 76 kasus tersebut, terdapat 14 kasus korupsi (18,4 persen) yang divonis bebas oleh pengadilan, sementara sisanya yang 62 kasus divonis bersalah.
Dari data tersebut masih adanya vonis bebas bagi terdakwa korupsi merupakan tanda tanya besar. Ada apa dengan peradilan kita? selam ini yang sering dijadikan kambing hitam adalah masalah sulitnya menemukan alat bukti untuk menjerat para pelaku korupsi tersebut. Bukankah seharusnya ketika jaksa melimpahkan perkara tersebut kepada pengadilan sudah dipersiapkan dengan segala sesuatunya termasuk kelengkapan alat bukti. Ada ada skenario besar yang merupakan rekayasa putusan dari para penegak hukum di negeri ini.

Berita yang membuat geger para aktifis lingkungan dan masyarakat yang merindukan keadilan di dunia adalah putusan bebas yang diberikan oleh majelis hakim pengadilan negeri medan kepada cukong besar Adelin Lis. Fakta dilapangan jelas bahakan dampak kerusakan hutan akibat penebangan liar (illegal logging) dan izin HPH melanggar hukum, bahkan untuk kerusakan lingkungan ada penerapan Straight Liability atau dimintai pertanggungjawaban secara langsung ketika akibat yang ditimbulkan sudah nampak tanpa harus dibuktikan adanya unsur kesalahan. Tapi entah permainan apa yang diterapkan pada proses peradilannya sehingga konglomerat hasil dari menzalimi rakyat Indonesia itu diputus bebas oleh hakim. Konon katanya untuk mendampingi Adelin Lis selama menjalani proses hukum Hotman Paris Hutapea selaku pengacaranya dibayar 125 Milyar, fantastis..

Kita masih ingat tentunya dengan putusan bebas yang dijatuhkan kepada pelaku kasus korupsi Bank Mandiri yang melibatkan Direktur Utama Bank Mandiri E.C.W. Neloe, mantan Direktur Risk Management I Wayan Pugeg, dan mantan EVP Coordinator Corporate & Government M. Sholeh Tasripan yang merugikan negara Rp 160 miliar. Dakwaan yang diajukan pun cukup lumayan yaitu 20 tahun penjara dan denda Rp.1milyar subsider 12 bulan kurungan. Oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ketiga terdakwa divonis bebas karena unsur kerugian negara tidak dapat dibuktikan. Vonis bebas bagi pemimpin Bank Mandiri tersebut secara otomatis membebaskan para debitor Bank Mandiri (Edyson, Saiful Anwar, dan Diman Ponijan, tiga pengurus PT Cipta Graha Nusantara).
Nampaknya hukum dinegeri ini memihak pada kaum yang kuat saja dan baru berani mengeluarkan taringnya hanya pada kaum yang lemah. Seperti yang digambarkan oleh filsuf Yunani, Plato (427-347 sm) bahwa hukum adalah diibaratkan jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).
Selain putusan bebas yang masih cukup banyak, dari 76 kasus tersebut, 24 kasus di antaranya diputus dengan vonis hukuman di bawah 2 tahun penjara. Suatu hal yang mengelikan di negeri ini ialah kejahatan korupsi dianggap sebagai suatu perkara yang prestige, elegant dan dilakukan oleh orang-orang berdasi dan berjas sehingga dalam benak pikiran masyarakat kita masih lebih mengecam pelaku maling ayam atau pencuri nasi bungkus dibandingkan korupsi yang mertugikan bermilyar-milyar uang rakyat. Bahkan untuk menghakimi para maling yang melakukan kejahatan karena terdesak oleh laparnya perut mereka, masyarakat tidak segan-segan membakar hidu-hidup maling ayam dan nasi bungkus tersebut.

Harus Komprehensif

Kini perhatian publik tertuju pada pergantian pimpinan KPK baru yang diketuai oleh Antasari Azhar, meskipun kontroversi karena track record sebagai jaksa yang tidaklah terlalu Istimewa dari segi prestasi bahkan sering mengeluarkan statement yang tidak berpihak kepada penegakan hukum di bidang korupsi, komisi III DPR-RI tetap saja dengan mulus mengantarnya sebagai ketua yang baru menggantikan Taufiqurahman Ruqi. Sulit diterima oleh logika, apakah di negeri ini tidak ada atau sangat sulit untuk menemukan orang-orang yang memiliki integritas dan kecintaan yang tinggi terhadap negaranya. Sikap nasionalisme dan patriotisme mutlak diperlukan oleh para penegak hukum di negeri ini jika benar-benar ingin memusnahkan perilaku korupsi dari Republik tercinta ini. Kalau begitu apa yang harus kita benahi dari penanggulangan penyakit yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan bernegara ini?

Menurut Lawrence Meir Friedman di dalam suatu sistem hukum terdapat tiga unsur yang mengiringinya (three elements of legal system) yaitu, struktur (structure), substansi (subtance) dan kultur hukum (legal culture). Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum di bidang korupsi terhadap ketiga unsur sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman tersebut sangat mutlak untuk dilakukan.

Pertama, dalam hal struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan terhadap institusi hukum yang ada di dalam lembaga peradilan seperti, Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian, Organisasi advokat dan juga yang sering dilupakan yaitu KPK. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum (Komisi Yudisial) dan lembaga penjaga konstitusi (Mahkamah Konstitusi). Termasuk kejelasan mengenai wewenang pelaksanaannya sehingga tidak terkesan over laping. Jika struktur hukum sudah diharmoniasasi dengan baik dapat kita saksikan nantinya institusi-institusi tersebut saling bantu-membantu mengusut, mengejar dan melawan praktik korupsi bukan lagi untuk saling tangkis-menangkis dan saling memasang badan seperti yang kita saksikan saat ini.

Kedua, mengenai substansi sistem hukum perlu segera direvisi dan dibuatkan pranata hukum yang menunjang proses penegakan hukum dibidang korupsi di Indonesia. Misalnya, peraturan perundang-undangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia seperti: KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pengaturan lainnya terkait masalah pemidanaan/sanksi yang bersifat tegas dan ancaman, tujuannya untuk membuat efek jera dan mencegah terulangnya perbuatan yang sama dikemudian hari. Permasalahannya kini tidak adanya kejelasan dan keberanian dalam menerapkan peraturan yang ada (hukum positif), dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 disebutkan ”Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”. Hanya tinggal diperjelas saja keadaan tertentu seperti apa saja yang bisa dijatuhi hukuman mati. Kuncinya adalah jangan segan-segan atau tanggung-tanggung dalam menjatuhi hukuman terhadap pelaku Korupsi ini. Lihatlah bagaimana China berani mengeksekusi pelaku korupsi dengan hukuman mati dan hasilnya, dinegara tersebut prilaku korupsi di tingkat elit menurun drastis.

Ketiga, terkait budaya hukum (legal culture), korupsi sudah menjalar bak jamur, tidak terbatas pada elit saja namun pada grass root (masyarakat lapis bawah). Penanaman sikap untuk memberitahukan begitu bahaya dan zalimnya perbuatan korupsi harus ditanamkan di lingkup keluarga, masyarakat, sekolah-sekolah, bangku kuliah hingga pada istana negara. Korupsi sudah membudaya, maka perlawanannya pun selain melalui jalur struktural juga melalui kultural. Yaitu dengan penyadaran akan pentingnya sikap jujur, adil dan bertanggung jawab kepada setiap insan di negeri ini.
Sebagai mahasiswa kita mempunyai peran strategis dalam membantu penyadaran akan pentingnya ras cinta terhadap tanah air kepada setiap anak bangsa. Masyarakat Indonesia harus memiliki kepekaan serta kepedulian terhadap nasib anak-cucu mereka dikemudian hari. Inilah sikap patriotisme dan nasionalisme positif yang sesungguhnya, bukanlah sekedar demonstrasi dengan mengeluarkan perkataan emosial “Ganyang Malaysia” seperi yang kita liat di media massa. Kita harus membenahi diri kita dahulu baru bertindak keluar. Dari kampuslah kita memulainya. Moralitas para elit harus benar-benar kita awasi bersama dengan melihat secara objektif kinerja mereka, jika buruk dan kotor kita harus legowo untuk tidak memilihnya kembali, bahkan siap untuk menurunkannya. Kita harus memilih pemimpin yang berintegritas tinggi dan memiliki kecintaan yang besar terhadap permasalahan negerinya. Pemimpin yang memiliki moralitas dan keberanian dengan sikap hidup yang sederhanalah yang harus kita pilih bersama. Jangan biarkan budaya korupsi terus tumbuh berkembang seperti jamur, namun harus kita jabut dan basmi sampai keakar-akarnya. Semua elemen bangsa mempunyai peranan signifikan dalam memerangi praktik korupsi, kenapa kita diam saja.. mari maju berantas korupsi..

Friday, October 26, 2007

Pemuda Harapan Indonesia

“Pemuda adalah tulang punggung Negara. Karena itu masa depan negeri ini amat tergantung padanya. Jika ia tumbuh dan berkembang dengan baik maka bangsa ini pun kelak menjadi bangsa yang maju peradabannya dan sebaliknya jika ia tidak mampu berkembang akan habislah peradaban di negeri ini.”


Di berbagai media massa baik itu elektronik maupun cetak banyak program yang sengaja dibuat dengan mengambil segmentasi kaula muda. Sosok pemuda merupakan icon yang memiliki nilai komersial tinggi dikarenakan senantiasa energik, lincah dan kreatif serta sedang berada dalam fase fisik kesempurnaannya. Pemuda selalu memiliki kekhasan dalam karakternya yang bersifat dinamis, mudah belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya, itulah sekiranya yang membedakan generasi muda dengan generasi se-zaman lainnya. Sosok-sosok pemuda yang sering dimunculkan pada media khususnya televisi adalah figur-figur yang mudah bergaul, modis, glamor,dan memilki pesona wajah yang indah untuk dilihat. Kehidupannya pun lurus-lurus dan lancar saja tanpa ada kendala apalagi halang rintang, hari-harinya dipenuhi dengan senang-senang dan bercanda dengan sesamanya. Seolah-olah apa yang dimunculkan kepada mayarakat luas adalah mencerminkan kehidupan riil dari kaula muda di Indonesia, apakah benar seperti itu keadaannya? Atau generasi muda Indonesia hanya dijadikan komoditas industri hiburan (entertainment). Karena dalam teori marketing dunia hiburan, jika ingin mendapatkan rating yang tinggi dari masyarakat maka produk itu haruslah mampu membangkitkan alam khayal dari apa yang di impikan manusia pada umumnya yaitu kemewahan, popularitas dan pasangan yang sejuk dipandang.

Kontribusi pemuda dalam membangun negeri ini mempunyai dampak yang signifikan. Bangsa ini memerlukan bahan bakar yang ekstra agar dapat memobilisasi penduduknya agar mau bangkit, bergerak dan selalu berusaha membangun diri, keluarga, masyarakat dan negaranya. Bahan bakar itu adalah para pemuda yang memiliki energi yang luar biasa dan semangat pantang menyerah. Oleh karena itu yang perlu ditonjolkan adalah sosok-sosok pemuda sebagai pejuang dan pahlawan sejati yang senantiasa belajar dan bekerja keras. Bukan sekedar pejuang untuk sebuah ‘cinta gombal’ dan bukan pejuang yang hanya bisa becanda dan foya-foya saja, seperti yang biasa kita liat selama ini.

Dalam sejarah kebangkitan Indonesia menuju negara yang merdeka dari penjajahan, dapat kita saksikan tokoh-tokoh pemuda mampu melakukan sebuah perjuangan yang luar biasa. Tokoh-tokoh pemuda kala itu mampu beraliansi atau menyatukan diri dengan pemuda-pemuda di daerah lainnya dalam sumpah pemuda sebagai upaya mempersatukan bangsa ini. Meskipun mereka dipisahkan oleh suku, agama dan bahasa, tetapi itu bukanlah penghalang. Dapat kita saksikan pula bagaimana seorang Soekarno mampu menjadi proklamator sekaligus pemimpin di negeri ini ketika beliau masih berusia muda. Kita tentu ingat perkataan beliau “Berikan padaku lima orang pemuda, niscaya aku akan mengubah dunia”. Disinilah letak keyakinan bahwa pemuda memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi pilar-pilar pembangunan sebuah negara. Jika para generasi muda itu dipersiapkan dengan pembinaan yang membuatnya tumbuh besar maka ia kelak akan menjadi insan-insan pengukir prestasi dalam sejarah peradaban negeri ini, sebaliknya jika ia diperlakukan biasa saja bahkan dibuat tidak pernah berpikir mandiri maka ia hanya akan membebani bangsa ini.

Waktu terus berjalan dan tak akan dapat terulang lagi. Hanya sejarahlah yang dapat dimintai bantuannya sebagai petunjuk agar kesalahan lalu tidak terulang kembali. Perkembangan akan nilai-nilai kehidupan, kemajuan teknologi dan pemikiran manusia pun tumbuh dengan pesatnya. Kita saksikan bagaimana teknologi mampu membuat dunia ini menjadi tanpa hambatan jarak dan batas. Ditambah eskalasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi begitu cepat mengalami pembaharuan. Ditengah-tengah kemajuan teknologi dan peradaban dunia saat ini kondisi Negara kita sedang berada dalam level yang menyedihkan. Keterpurukan di berbagai sektor vital menghinggapi negeri ini, krisis di bidang politik, hukum, ekonomi hingga permasalahan moral pun menimpa bangsa yang mengaku sebagai negara yang beragama ini. Di negeri ini banyak orang yang lahir, tumbuh sampai ia mati tak pernah sedikit pun ia merasakan kehidupan dan pekerjaan yang layak baginya. Hasil survei angkatan kerja nasional Februari 2007 mencatat, jumlah penganggur di Tanah Air sebanyak 10,55 juta orang, atau sekitar 9,75 persen, dan sebanyak 740.206 orang, atau sekitar 7,02 persen tercatat sebagai penganggur dari kalangan yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan data yang cukup menyedihkan itu seharusnya para pemuda di negeri ini merasa prihatin dan was-was akan masa depan mereka. Tetapi apa yang terjadi dilapangan? Banyak dari para pemuda di negeri ini tidak punya orientasi yang jelas mengenai visi hidupnya. Bagaimana dapat kita saksikan generasi muda saat ini menjadi korban dari era globalisasi atau budaya negative dunia barat (victim globalization) yang sarat akan kehidupan hedonis (keduniawian), pakaian yang menampakan aurat, pergaulan bebas, dan lainnya.

Jika melihat keadaan para pemuda Indonesia saat ini rasa-rasanya sulit bagi kita untuk mengidamkan Negeri ini menjadi pemimpin peradaban di dunia ini seperti yang dialami oleh amerika dan jepang hari ini. Mustahil mendapatkan hasil yang yang lebih baik dengan usaha yang sama dengan sebelumnya. Untuk mengetahui bagaimana keadaan suatu Negara di masa depan maka lihatlah kehidupan para pemudanya masa kini. Dan indikator lainnya adalah content atau program acara apa yang diberikan media kepada generasi mudanya.

Tapi kita tidak boleh pesimis melihat kondisi generasi muda Indonesia pada umumnya, karena tidak sedikit pemuda-pemudi di negeri ini yang mau berjuang dan berusaha untuk membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik lagi. Sebagian dari pemuda itu adalah para pelajar dan mahasiswa yang sedang menempuh studi di dalam ataupun luar negeri. Mereka tidak mudah terpikat oleh gemerlap kenikmatan sesaat dunia. Waktu sangatlah berharga bagi dirinya. Sehingga setiap kesempatan yang dimiliknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena mereka memilki keyakinan bahwa masa depan adalah investasi hari ini.


Mewujudkan Asa Masa Depan

Sekiranya ada empat kriteria sosok pemuda yang menjadi harapan bagi masa depan Indonesia yaitu, pertama, ia harus berjiwa spiritualis. Maksudnya, setiap tingkah lakunya di jalankan dengan penuh kehati-hatian dan ketaqwaan kepada sang pencipta. Ia tidak berani menyia-nyiakan masa mudanya dengan aktivitas keduniawian yang melalaikan. Ia menyadari dirinya telah dianugerahi akal yang luar biasa untuk berpikir sehingga selalu memberdayakan akal itu menjadi sebuah kreatifitas yang berwujud karya dan prestasi. Rasa syukur atas nikmat Tuhan itu yang selalu mengiringi langkahnya. Sikap spiritualis merupakan pondasi dasar dari kepribadian manusia. Pemuda-pemuda Indonesia haruslah memiliki pondasi dasar itu, yaitu berupa kepribadian yang taqwa, santun dan bersahabat.

Yang kedua, seorang pemuda haruslah memiliki kapasitas intelektualitas yang tinggi yang mampu memiliki daya saing dengan pemuda lainnya terlebih dengan bangsa lain. Hari-harinya dipenuhi dengan aktifitas mencari ilmu, ia tidak pernah terpuaskan dengan apa yang diperolehnya hari ini. Bahkan ia merasa dirinya masih sangat kekurangan ilmu, sehingga ia selalu mencari jalan bagaimana agar dirinya memperoleh pengetahuan baru tiap harinya. Oleh karena itu perbaikan dan pembangunan sektor pendidikan di negeri ini harus di prioritaskan agar sumber daya manusia kita kelak menjadi SDM-SDM yang professional, sesuai bidang keilmuannya dan memiliki kemampuan membawa bangsa dan Negara ini ke arah peradaban teknologi dunia.

Ketiga, untuk membangun indonesia kearah yang lebih baik dan bermatabat, maka yang diperlukan bangsa ini ialah pemuda-pemuda yang berpikir visioner atau mau berpikir jauh ke arah masa depan, ia mampu menjadi pionir bagi pemuda-pemuda lain dalam bergerak. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya senantiasa memiliki ide-ide inovatif dan brilian untuk diterapkan. Ilmu yang dimilikinya membuat ia mampu berpikir strategis merencanakan masa depannya. Ia tidak terjebak oleh baying-bayang masa lalunya, dengan segera ia menjadikan masa lalu sebagai pelajaran berharga yang tidak akan terulang kembali olehnya. Visi hidup mutlak diperlukan oleh para pemuda Indonesia jika ingin memperoleh masa depan gemilang. Karena dengan visi itu ia akan membuat langkah-langkah yang sistematis tidak asala mengalir saja.

Dan yang keempat, bangsa ini memerlukan para pemuda yang memiliki karakter yang kuat, Pemuda yang memiliki kepribadian yang tidak mudah mengeluh, tidak gampang menyerah dan pantang menjadi beban bagi orang lain. Kehidupannya ia jalani dengan penuh kesederhanaan meskipun ia mampu melakukan lebih. Membangun karakter kuat itu haruslah dimulai dari sebuah kebiasaan yang positif dan mau keluar dari kondisi nyaman. Mereka yang tidak mau merubah usahanya maka akan memperoleh hasil yang sama saja dengan sebelumnya. Bagi yang memiliki kuat dalam dirinya ia akan berusaha mewujudkan cita-citanya dengan mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya dan usaha yang dilakukan adalah maksimal (100%) tidak setengah-setengah. Kemauan itu terpatri dalam sanuk barinya hingga tak ada yang mampu menggoyahkan jalan kehidupannya. Karakter ini yang harus ditumbuh kembangkan kepada generasi muda Indonesia hari ini.
Diharapkan dengan menyadari keadaan Indonesia yang sedang berada dalam keterpurukan saat ini, para pemuda tergerak menjadi berpikir kritis dan bertindak solutif terhadap permasalahan Negari saat ini. Sehingga setiap detik dalam aktifitas kehidupannya menjadi sesuatu hal yang bermanfaat.

Diharapkan pula dari generasi-generasi muda yang ada saat ini sosok-sosok pemimpin bangsa Indonesia dimasa depan yang mampu mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan menuju bangsa yang maju akan peradaban. oleh karenanya peran serta seluruh element bangsa dalam membangun generasi muda sangat diperlukan. Pemerintah harus lebih memperhatikan masalah generasi muda, walaupun sudah ada menteri bidang kepemudaan dan olahraga yang hadir dalam kabinet Indonesia bersatu namun itu saja belum dirasakan cukup. Dibidang pendidikan pemerintah harus benar-benar memprioritaskan investasi pada pengembangan sumber daya manusia melalui peningkatan dan pembangunan sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai dan berkualitas dengan cara meningkatkan anggaran di sektor pendidikan. Dan semuanya kembali kepada para pemuda lagi jika menginginkan masa depan yang gemilang maka sejak saat ini sudah harus memikirkan masa depan dan membiasakan hidup disiplin, belajar dan selalu belajar serta beribadah kepada alloh. InsyaAlloh pemuda Indonesia menjadi pemuda yang berkualitas dan masa depan Indonesia pun akan lebih baik.

Paradoks Perkembangan Islam Indonesia

Mengamati perkembangan islam di indonesia hingga hari dapat di bagi ke dalam dua kurun waktu. Pertama, era sebelum reformasi termasuk di dalamnya masa kolonialisasi, masa awal kemerdekaan dan masa orde baru. Pada masa-masa itu Islam sulit berkembang akibat proteksi yang ketat dari penguasa ditambah lemahnya kualitas SDM negeri ini kala itu. Dampaknya pemahaman masyarakat mengenai nilai-nilai keislaman pun masih jauh dari apa yang seharusnya diperlihatkan misalnya, budaya sesajen, tumbal atau sesembahan dan hal-hal yang berkaitan dengan mistik lainnya. Padahal hal-hal seperti itu adalah budaya jahiliyah yang sudah diberantas oleh Rasulullah saw dan herannya berkembang kembali di negeri ini.
Kedua, periode reformasi hingga hari ini, ditandai dengan perkembangan dibidang teknologi informasi yang begitu pesat sehingga akses dalam memperoleh pengetahuan sangat mudah dan tanpa batas. Pada keadaan ini timbul implikasi yang positif bagi masyarakat dalam mengenal islam. Dahulu sulit sekali untuk mengetahui arti kandungan ayat-ayat Al-Quran kecuali menanyakannya langsung kepada kyai yang dianggap memiliki kemampuan bahasa arab. Tetapi kini dengan kemudahan akses informasi orang cukup menuliskan saja kata kunci yang ingin ia ketahui melalui internet maka dengan segera ia akan mendapatkan respon atas pertanyaannya itu. Keadaan inilah yang memudahkan penyebaran dakwah Islam keseluruh dunia termasuk indonesia. Ditambah iklim politik yang menguntungkan pasca reformasi digulirkan yang ditandai dengan tumbangnya rezim otoriter, yang selama ini menjadi pembatas pergerakan kaum muda khususnya pergerakan Islam.
Ada dua sisi yang dapat diamati mengenai perkembangan Islam di tanah air. Kita patut mensyukuri bahwa syiar Islam telah berkembang pesat di indonesia. Sebelum tahun 90-an kita amat sulit sekali melihat perempuan-perempuan indonesia mengenakan jilbab, tetapi kini mengenakan jilbab sudah menjadi Tren sendiri dikalangan wanita indonesia baik mereka yang mengenakannya karena memahami kewajibannya atau sekedar ingin menghadirkan suasana islami di lingkungannya. Pada sisi ini setidaknya syiar Islam mengenai aurat sudah diketahui oleh masyarakat luas. Tetapi itu saja tidaklah cukup, ada sebuah paradoks yang terjadi. Disatu sisi kita senang dengan situasi progresifnya penyebaran ajaran Islam di Indonesia namun disisi lainnya dalam satu waktu yang bersamaan kita juga heran dan teriris rasanya hati ini melihat realitas yang terjadi di negeri yang mayoritas muslim terbesar di dunia ini seperti: kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran. Keadaan seperti inilah yang mendekatkan umat Islam indonesia kepada kekufuran sehingga tidak sedikit dari rakyat indonesia yang menghalalkan segala macam cara guna memperoleh penghasilannya. Kita bisa saksikan bersama bagaimana korupsi menjadi ‘Trademark’ dari pejabat di negeri ini. Pornografi menjadi konsumsi yang meracuni moral masyarakat. Kekerasan jadi jalan akhir penyelesaian masalah, dan sekelumit permasalahan lainnya. Apa yang menyebabkan sebuah keadaan paradoks ini terjadi. Kalaulah sisi positifnya saja yang berkembang tentu kita senang menyaksikannya namun seiring dengan perkembangan nilai-nilai Islam itu umat ini juga mengalami sebuah degradasi moral yang bertentangan dengan ajaran Islam.



Penyebabnya

Pertama, Secara global, umat Islam di Indonesia selama ini masih terjebak dalam perbedaan-perbedaan yang sifatnya hanya merupakan cabang dari ajaran agama islam itu sendiri. Namun hal ini berdampak pada terpecah-belahnya ikatan persaudaraan sesama muslim. Dapat kita saksikan bagaimana kompleks atau rumitnya ulama-ulama negeri ini dalam menyepakati penentuan awal dan akhir Ramadhon. Mereka berdalih memiliki landasan dasar masing-masing, namun mereka melupakan esensi terpenting yaitu persatuan umat islam khususnya yang ada di indonesia ini.
Jika merujuk sejarah zaman para sahabat Rasullah saw dahulu. Sahabat Umar Bin Khatab telah mencontohkan bagaimana ia berani mengambil sebuah kebijakan (ijtihad) yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw dalam melaksanakan ibadah taraweh berjamaah di masjid. Kebijakan ini diambil setelah Umar prihatin melihat banyaknya orang-orang yang salat sendiri-sendiri (tercerai-berai) dalam satu masjid. Intinya ia menghendaki persatuan Umat ini di dahulukan tanpa menyalahi kaidah dan melawan ajaran rasul. Karena rasulullah pun selalu mengutamakan rasa persatuan (ukhuwah) diantara umatnya. Hikmah yang diambil dari peristiwa tersebut bukanlah sekedar bagaimana cara Umar ra dalam berijtihad melainkan adalah bagaimana Islam mengutamakan persatuan dan kesatuan diantara umatnya. Bagaimana masyarakat Islam bisa dibangun disuatu negara jika diantara masyarakatnya senantiasa berbeda pandangan mengenai Islam itu sendiri.
Ada persepsif yang keliru dalam memahami keanekaragaman yang ada. Masyarakat pada umumnya masih terjebak dalam memaknai bahwa perbedaan pendapat adalah merupakan rahmat dari Alloh swt ( sesuai hadist yang setelah diteliti lebih lanjut ternyata adalah hadist dhoif bahkan maudu (sesat)). Karena sesungguhnya perbedaan atau ketidaksepakatan pada hakikatnya tidak akan pernah membuat umat ini maju, malah sebaliknya akan membuat umat ini menjadi tercerai-berai. Perbedaan dalam menentukan hal yang sangat vital seperti menentukan awal dan akhir ramadhon janganlah pernah ditolerir atau dibiarkan melainkan harus disegerakan dalam menemukan titik temunya.
Penyebab Kedua, yang masih satu keterkaitan dengan hal sebelumnya. Yaitu masalah terbesar yang terjadi di indonesia sampai saat ini adalah masalah kepemimpinan. Sejak dahulu bangsa ini sulit sekali menemukan pemimpin yang memiliki karakter keislaman yang kuat (profetik), mempunyai integritas yang tinggi terhadap bangsa dan agamanya serta tidak mengharapkan pamrih apalagi sekedar ucapan terima kasih. Bayangkan dengan populasi 80% lebih kaum muslimin di indonesia saat ini seharusnya kita sudah memiliki pemimpin berakhlakul karimah yang menyediakan 100% waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengurusi rakyatnya, bukan dirinya, keluarganya atau golonganya saja. Paradigma yang berkembang adalah pejabat, anggota dewan, menteri hingga Presiden atau beragam wujud kepemimpinan lainnya diposisikan kedudukannya berada diatas derajat rakyat biasa. Mereka hidup diatas kemewahan fasilitas negara dan berjalan dengan kesombongan diatas pajak rakyatnya. Mereka inginnya di service lebih. Seharusnya yang dimaksud dengan pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. Memimpin sama dengan melayani, bukan dilayani.
Faktor kepemimpinan ini yang harus segera dibenahi, karena permasalahan kepemimpinan mempunyai peranan strategis sebagai penentu sekaligus eksekutor sebuah kebijakan yang langsung berdampak pada kehidupan masyarakat. Karena itu masyarakat kini diharapkan memiliki kecerdasan dalam menentukan pemimpinannya baik di tingkat RT, RW hingga kepada Presiden dan para anggota Dewan. Dan disinilah peranan umat islam indonesia dapat dimunculkan, karena umat harus selektif dalam memilih, pemimpin mana yang amanah, jujur dan mampu mengelola negeri ini. Jangan sampai umat islam hanya dijadikan komoditas politik saja dalam menggumpulkan dukungan atau suaranya.
Umat islam indonesia harus segera bangkit dari keterpurukan ini dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Umat islam harus cerdas dalam memahami ajaran yang dibawakan oleh rasullullah saw, jangan lagi kita terjebak dalam permasalahan-permasalahan sepele namun berdampak kerugian yang besar. Dan pada akhirnya umat ini mampu memilih pemimpin yang profetik bagi negeri ini dan membawa negara ini kepada peradaban maju dunia.

Sunday, September 30, 2007

Korporatokrasi Tren Baru Kekuasaan

Politik tanpa didukung finansial yang kuat akan menjadi kekuatan yang lumpuh dan sebaliknya finansial tak akan berkembang jika jauh dari kekuasaan. Mengutip pendapat sosiolog politik Amerika Serikat Barrington Moore Jr dalam bukunya Social Origins of Dictatorship and Democracy (1966) menulis sebuah pernyataan menarik, ”No bourgeoisie, no democracy”. Dan dimaknai Demokrasi bakal tumbuh dan berkembang jika kelas borjuis menjadi kuat dan aktif dalam proses demokratisasi. Berangkat dari doktrin ini akhir-akhir ini banyak pengusaha yang terjung kedunia politik. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah dampak atau pengaruh yang akan ditimbulkan dari masuknya pengusaha ke dalam dunia politik atau diistilahkan dengan era korporatokrasi di Indonesia ini?

Diantara pengamat politik saling bertentangan berpendapat, ada yang menganggap korporatokrasi ini dengan optimisme positif dan tidak sedikit juga yang mengecam masuknya pengusaha ke ranah politik. Sisi baik dari masuknya pengusaha ke dunia politik diharapkan akan menumbuhkan jiwa entrepreneur atau kemandirian dalam membangun perekonomian wilayah yang dipimpinnya, seperti yang dilakukan oleh gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Sementara kekhawatiran negatif muncul bila pengusaha hanya menjadikan kekuasaan sebagai alat memperluas dan melanggengkan usaha-usaha yang dijalaninya dengan melakukan praktek KKN.

Dalam struktur kekuatan politik Indonesia setidaknya ada empat pilar utama; presiden (pemerintahan/birokrasi), parlemen (manifestasi kekuatan partai politik), pengusaha (modal), dan militer. Sebuah rezim otoritarian akan terbentuk jika empat pilar ini dapat disatukan dalam satu tangan. Presiden Soeharto berhasil melakukan monopoli kekuasaan tersebut hingga dapat bertahan selama 32 tahun. Pada saat keempatnya lepas atau terpecah belah, rezim tersebut pun tumbang. Di pengujung kekuasaannya Presiden Soeharto menghadapi bubarnya kabinet karena sebagian besar menteri mengundurkan diri, DPR menarik diri dan memintanya mundur, para pengusaha melarikan uang ke luar negeri, dan militer terbelah dalam konflik internal.

Kekuatan yang ada dalam politik Indonesia saat ini sebenarnya cukup memenuhi empat pilar tersebut dimana Presiden SBY berasal dari kalangan militer dan lebih dekat dengan birokrasi, sementara wakilnya Jusuf Kalla memegang dua pilar lainnya yaitu sebagai ketua parpol dan juga pengusaha. Dengan konfigurasi ini sebenarnya Indonesia berada dalam kondisi ideal untuk membangun negeri ini. Karena gesekan yang ada cenderung sedikit dan mampu menyatukan semua pilar yang ada. Walau terkadang Conflict of interst itu muncul namun tidak terlalu mengancam keberlangsungan pemerintahan.

Dalam memandang tren korporatokrasi ini diperlukan sikap yang bijak dari semua pihak. Pengusaha yang masuk ke domain politik bukan-lah suatu hal yang menakutkan, justru akan menimbulkan dampak positif bagi perkembangan politik itu sendiri dengan adanya kemandirian di sisi finansial. Namun perlu diingat bahwa pengusaha yang sudah menjadi pejabat publik sekarang, mereka sudah menjadi milik publik. Karena itu sudah seharusnya mereka memikirkan melayani rakyatnya sekarang dan meninggalkan atau menyerahkan usahanya ke orang kepercayaannya, agar tidak tercampur-aduk dalam satu kepemimpinan. Sikap profesionalisme pegusaha yang kini menjadi penguasa itu sendiri yang kini dituntut lebih dimunculkan melalui kebijakan yang menguntungkan masyarakat, untuk menepis tudingan miring kalangan yang memandang negative munculnya pengusaha-pengusaha ke dunia politik.

Monday, August 20, 2007

Menghargai Sebuah Perjuangan


Bangsa ini telah berusia 62 tahun sejak proklamasi di bacakan. Sejak itu pula indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan menjadi entitas peradaban dunia. Kini sudahkah rakyat indonesia dapat meneruskan perjuangan para pahlawan kemerdekaan dengan semestinya?
Sungguh suatu pelajaran yang patut ditiru oleh seluruh rakyat indonesia adalah bagaimana cara para pahlawan di masa lalu berjuang membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan bangsa asing, Mereka rela mengorbankan segala yang mereka punyai guna melihat anak-cucu mereka kelak dapat menghirup udara kemerdekaan dan tidak berada dalam hari-hari yang penuh penindasan seperti yang mereka rasakan, meskipun harus dibayar dengan harga sebuah kematian.
"Merdeka!!! atau Mati!!! itulah kumandang dan semangat yang senantiasa mengiringi derap langkah para pejuang kemerdekaan dalam membebaskan negeri ini. Pemaknaan jihad yang sesungguhnya telah dicontohkan para pejuang ketika bergerak bersama melawan penjajahan dan penindasan terhadap tanah air indonesia. Itulah jihad yang benar,tepat dan sesungguhnya yang harus diteladani oleh generasi pewaris negeri ini.
Pemaknaan perjuangan terhadap negara haruslah diartikan adanya sebuah ketulusan dari hati untuk bersungguh-sungguh membela dan memperjuangkan nasib rakyatnya kearah kebaikan. Jika perjuangan oleh pejuang dahulu dilakukan untuk memerdekaan negeri ini, maka kini perjuangan adalah membawa indonesia yang sudah merdeka menjadi negara yang mampu mengantarkan rakyatnya kepada keadaan sejahtera. Pejuang masa kini adalah mereka-mereka yang meduduki posisi strategis dalam kepemimpinan di Indonesia. Mereka adalah para politikus, kepala pemerintahan, anggota dewan, hakim, jaksa, polisi, Advokat, TNI, ekonom, bankir, dan berbagai bidang lainnya. Merekalah para penerus perjuangan masa kini.
Kita tidak dapat menutup mata mengenai kondisi indonesia hari ini. Dalam pergaulan internasional kita tidaklah dapat berbuat banyak dan posisi tawar kita saat ini sangat lemah dibandingkan generasi awal kemerdekaan, dahulu kita mampu menjadi salah satu pendiri gerakan non-blok namun lihatlah kini bagaimana maskapai penerbangan terbaik milik kita dilarang terbang di kawasan eropa. Di wilayah asia pun Cina berani mengeluarkan kebijakan larangan mengimpor produk yang berasal dari indonesia, padahal dalam posisi yang sama barang-barang cina membanjiri pasar indonesia dan kita tidak mengaggapnya sebagai sesuatu yang mengancam keberlangsungan produk-produk dalam negeri. Bahkan untuk kawasan Asean pun kita sudah tidak “segarang” seperti diawal pendiriannya. Singapura yang hanya seluas 581,5 km2 telah berani meluaskan wilayahnya hingga 699,3 km2 dimana perluasaan itu berasal dari pasir laut kepulauan kita dan kembali pemimpin negeri ini menggapnya sebagai sesuatu yang tidak membahayakan kedaulatan negeri ini.
Jikalau para pejuang kemerdekaan itu masih hidup ditengah-tengah kita saat ini tentulah mereka akan mengecam dan menyalahkan keadaan indonesia hari ini dan masa datang kepada kita. Kemana para generasi penerus bangsa ini, kemana para pemuda-pemudi negeri ini, mana karya-mu, mana prestasi-mu?

Belajar dari sejarah negara lain
Permasalahan fundamental bangsa ini ada pada sisi karakteristik masyarakatnya secara umum yang pada akhirnya melembaga pada tataran institusi suprapolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rakyat Indonesia mulai kehilangan rasa nasionalisme dan sikap patriotisme terhadap negaranya. Dapat dikatakan kini masyarakat kita sudah mengarah kepada individual-liberalis. Sebagaimana sering kita saksikan orang-orang Indonesia saat ini lebih mengutamakan terpenuhinya kehidupan pribadi mereka terlebih dahulu tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya, apalagi terhadap permasalahan negaranya. Belum lagi ditambah problematika kedisiplinan dan etos kerja rendah yang melekat di dalam masyarakat kita pada umumnya. Ini adalah karakter yang harus dirubah dan diperbaiki oleh insan-insan negeri ini.
Menarik model pembelajaran dari negara-negara asia timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Ketiganya mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan indonesia. Jika Jepang dan Korea adalah contoh kebangkitan sebuah negara yang dahulu hancur karena perang lalu mereka bertekad membangun negaranya dengan meningkatkan kualitas pendidikan rakyatnya dan menumbuhkan karakter semangat, disiplin, bekerja keras yang oleh mereka diwarisi turun-menurun kesetiap generasi hingga saat ini. Kalau-lah selama ini negara kita selalu beralasan bahwasanya tidaklah mudah mengurus penduduk yang jumlahnya ratusan juta jiwa, tentu seharusnya kita malu mengatakan hal itu karena Cina yang berpenduduk jauh berlipat ganda dari kita mampu membuktikan bahwa besarnya jumlah penduduk bukanlah menjadi hambatan malahan itu dapat dijadikan sebagai salah satu potensi yang luar biasa dalam membangun SDM Strategis.
Negara-negara asia timur tersebut mampu belajar dari sejarah dan perjuangan pendahulu-pendahulunya dalam membangun negeri mereka. Semangat menghargai perjuangan para pahlawan itu yang kini mulai luntur di sanuk-bari para pemimpin negeri ini dalam membawa indonesia kearah kejayaan. Kita bukanlah bangsa yang bodoh dan tidak bisa sejajar dengan Jepang, Korea dan Cina dalam hal pengetahuan, hanya saja mental dan karakter kita yang jauh tertinggal dengan mereka.
Disaat momentum perayaan HUT RI ke-62 ini sudah seharusnya kita peringati dengan melakukan intropeksi dan evaluasi, sudah sejauh mana kita meneruskan perjuangan para pahlawan dan menghargai pengorbanan mereka untuk kita jadikan dasar semangat untuk memperbaiki dan berkontribusi bagi pembangunan negeri ini kearah kemakmuran dan kesejahteraan untuk seluruh rakyatnya. Peranan pemimpin di berbagai sektor strategis amatlah menentukan arah perjalanan indonesia kedepan. Karenanya kita harus selalu menumbuhkan sikap kepahlawanan dan semangat berjuang.