Monday, August 20, 2007

Menghargai Sebuah Perjuangan


Bangsa ini telah berusia 62 tahun sejak proklamasi di bacakan. Sejak itu pula indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan menjadi entitas peradaban dunia. Kini sudahkah rakyat indonesia dapat meneruskan perjuangan para pahlawan kemerdekaan dengan semestinya?
Sungguh suatu pelajaran yang patut ditiru oleh seluruh rakyat indonesia adalah bagaimana cara para pahlawan di masa lalu berjuang membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan bangsa asing, Mereka rela mengorbankan segala yang mereka punyai guna melihat anak-cucu mereka kelak dapat menghirup udara kemerdekaan dan tidak berada dalam hari-hari yang penuh penindasan seperti yang mereka rasakan, meskipun harus dibayar dengan harga sebuah kematian.
"Merdeka!!! atau Mati!!! itulah kumandang dan semangat yang senantiasa mengiringi derap langkah para pejuang kemerdekaan dalam membebaskan negeri ini. Pemaknaan jihad yang sesungguhnya telah dicontohkan para pejuang ketika bergerak bersama melawan penjajahan dan penindasan terhadap tanah air indonesia. Itulah jihad yang benar,tepat dan sesungguhnya yang harus diteladani oleh generasi pewaris negeri ini.
Pemaknaan perjuangan terhadap negara haruslah diartikan adanya sebuah ketulusan dari hati untuk bersungguh-sungguh membela dan memperjuangkan nasib rakyatnya kearah kebaikan. Jika perjuangan oleh pejuang dahulu dilakukan untuk memerdekaan negeri ini, maka kini perjuangan adalah membawa indonesia yang sudah merdeka menjadi negara yang mampu mengantarkan rakyatnya kepada keadaan sejahtera. Pejuang masa kini adalah mereka-mereka yang meduduki posisi strategis dalam kepemimpinan di Indonesia. Mereka adalah para politikus, kepala pemerintahan, anggota dewan, hakim, jaksa, polisi, Advokat, TNI, ekonom, bankir, dan berbagai bidang lainnya. Merekalah para penerus perjuangan masa kini.
Kita tidak dapat menutup mata mengenai kondisi indonesia hari ini. Dalam pergaulan internasional kita tidaklah dapat berbuat banyak dan posisi tawar kita saat ini sangat lemah dibandingkan generasi awal kemerdekaan, dahulu kita mampu menjadi salah satu pendiri gerakan non-blok namun lihatlah kini bagaimana maskapai penerbangan terbaik milik kita dilarang terbang di kawasan eropa. Di wilayah asia pun Cina berani mengeluarkan kebijakan larangan mengimpor produk yang berasal dari indonesia, padahal dalam posisi yang sama barang-barang cina membanjiri pasar indonesia dan kita tidak mengaggapnya sebagai sesuatu yang mengancam keberlangsungan produk-produk dalam negeri. Bahkan untuk kawasan Asean pun kita sudah tidak “segarang” seperti diawal pendiriannya. Singapura yang hanya seluas 581,5 km2 telah berani meluaskan wilayahnya hingga 699,3 km2 dimana perluasaan itu berasal dari pasir laut kepulauan kita dan kembali pemimpin negeri ini menggapnya sebagai sesuatu yang tidak membahayakan kedaulatan negeri ini.
Jikalau para pejuang kemerdekaan itu masih hidup ditengah-tengah kita saat ini tentulah mereka akan mengecam dan menyalahkan keadaan indonesia hari ini dan masa datang kepada kita. Kemana para generasi penerus bangsa ini, kemana para pemuda-pemudi negeri ini, mana karya-mu, mana prestasi-mu?

Belajar dari sejarah negara lain
Permasalahan fundamental bangsa ini ada pada sisi karakteristik masyarakatnya secara umum yang pada akhirnya melembaga pada tataran institusi suprapolitik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rakyat Indonesia mulai kehilangan rasa nasionalisme dan sikap patriotisme terhadap negaranya. Dapat dikatakan kini masyarakat kita sudah mengarah kepada individual-liberalis. Sebagaimana sering kita saksikan orang-orang Indonesia saat ini lebih mengutamakan terpenuhinya kehidupan pribadi mereka terlebih dahulu tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya, apalagi terhadap permasalahan negaranya. Belum lagi ditambah problematika kedisiplinan dan etos kerja rendah yang melekat di dalam masyarakat kita pada umumnya. Ini adalah karakter yang harus dirubah dan diperbaiki oleh insan-insan negeri ini.
Menarik model pembelajaran dari negara-negara asia timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina. Ketiganya mempunyai ciri-ciri yang hampir sama dengan indonesia. Jika Jepang dan Korea adalah contoh kebangkitan sebuah negara yang dahulu hancur karena perang lalu mereka bertekad membangun negaranya dengan meningkatkan kualitas pendidikan rakyatnya dan menumbuhkan karakter semangat, disiplin, bekerja keras yang oleh mereka diwarisi turun-menurun kesetiap generasi hingga saat ini. Kalau-lah selama ini negara kita selalu beralasan bahwasanya tidaklah mudah mengurus penduduk yang jumlahnya ratusan juta jiwa, tentu seharusnya kita malu mengatakan hal itu karena Cina yang berpenduduk jauh berlipat ganda dari kita mampu membuktikan bahwa besarnya jumlah penduduk bukanlah menjadi hambatan malahan itu dapat dijadikan sebagai salah satu potensi yang luar biasa dalam membangun SDM Strategis.
Negara-negara asia timur tersebut mampu belajar dari sejarah dan perjuangan pendahulu-pendahulunya dalam membangun negeri mereka. Semangat menghargai perjuangan para pahlawan itu yang kini mulai luntur di sanuk-bari para pemimpin negeri ini dalam membawa indonesia kearah kejayaan. Kita bukanlah bangsa yang bodoh dan tidak bisa sejajar dengan Jepang, Korea dan Cina dalam hal pengetahuan, hanya saja mental dan karakter kita yang jauh tertinggal dengan mereka.
Disaat momentum perayaan HUT RI ke-62 ini sudah seharusnya kita peringati dengan melakukan intropeksi dan evaluasi, sudah sejauh mana kita meneruskan perjuangan para pahlawan dan menghargai pengorbanan mereka untuk kita jadikan dasar semangat untuk memperbaiki dan berkontribusi bagi pembangunan negeri ini kearah kemakmuran dan kesejahteraan untuk seluruh rakyatnya. Peranan pemimpin di berbagai sektor strategis amatlah menentukan arah perjalanan indonesia kedepan. Karenanya kita harus selalu menumbuhkan sikap kepahlawanan dan semangat berjuang.