Sunday, February 24, 2008

Krisis Pangan Harus Segera Diakhiri

Ketika mantan Presiden Soeharto wafat banyak masyarakat Indonesia yang merasa kehilangan akan sosok presiden yang telah memimpin rakyat ini selama 32 tahun lebih, bahkan banyak dari rakyat kecil tidak pernah mempermasalahkan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh mantan Presiden kedua Indonesia ini. Alasan masyarakat untuk lebih mengenang jasa bapak pembangunan orde baru ini dibandingkan kediktatorannya yang tidak segan-segan mengesampingkan Hak azasi manusia sangat sederhana yaitu kehidupan rakyat khususnya “wong cilik” lebih sejahtera. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan yang dibuat oleh Pa Harto dalam Repelita (Rencana pembangunan lima tahun) yang berusaha meningkatkan sektor pertanian. Dan puncaknya adalah ketika pada 1984 Indonesia dinyatakan mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras atau mencapai swasembada pangan. Organisasi Pangan Dunia (FAO) pun mengundang Soeharto untuk menerima penghargaan atas prestasinya. Ini adalah salah satu prestasi besar yang pernah diterima Soeharto di kancah internasional. Sebagai wujud rasa syukurnya, Soeharto pun juga membawa buah tangan, yaitu gabah sebanyak 100.000 ton yang dikumpulkan secara gotong royong dan sukarela oleh petani Indonesia untuk diteruskan kepada warga-warga yang mengalami kelaparan di berbagai belahan dunia, khususnya di Afrika. “Bantuan antar petani ini merupakan sejarah yang pertama kali terjadi di dunia, sekaligus merupakan indikasi, keberhasilan pertanian saat itu di Indonesia,” demikian tertera pada halaman Soeharto Center. Prestasi itu membalik kenyataan, dari negara agraria yang mengimpor beras, kini Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pada tahun 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton, beras tetapi tahun 1984 bisa mencapai 25,8 juta ton.
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara nasional ini yang tidak mampu lagi dipertahanankan oleh pemerintahan pasca Soeharto hingga sekarang. Saat ini banyak rakyat yang sengsara akibat mahalnya harga berbagai kebutuhan pokok seperti: beras, minyak, gula, dan yang mencuat akhir-akhir ini adalah mahalnya harga kedelai. Kesengsaraan itu timbul dikarenakan daya beli masyarakat semakin menurun sedangkan harga barang semakin naik. Sehingga fenomena yang kita saksikan di media massa adalah banyak rakyat kecil yang beralih memakan nasi aking sampai ada yang tidak makan berhari-hari. Di berbagai daerah ditemukan kasus busung lapar atau kekurangan gizi. Kondisi seperti ini adalah sesuatu yang miris, mengingat negeri ini adalah negeri yang kaya akan sumber alam, dan luas wilayah tanahnya. Akan tetapi kita kalah dengan negara tetangga kita seperti Vietnam dan Thailand yang mampu menekspor berasnya untuk menutupi kekurangan stok beras tanah air. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Keterpurukan di bidang ekonomi ditambah dengan naiknya harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan Inflasi ditanah air, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Naiknya harga kebutuhan pokok dipicu oleh sulitnya menemukan barang tersebut dipasar dikarenakan reaksi panik dari masyarakat. Dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang kerap diwakili oleh menteri perdagang untuk melakukan sidak operasi pasar untuk menemukan dan menghukum pedagang ‘nakal’ dinilai hanya sebuah tindakan reaktif yang sia-sia saja. Betapa tidak jika operasi tersebut dengan mudah diketahui waktu pelaksanaannya. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah?
Sebagai regulator pemerintah harus membuat kebijakan yang mengutamakan peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pangan. Langkah-langkah nyata perlu diwujudkan segera, jangan sampai kita hanya terjebak oleh polemik yang tidak produktif dan saling curiga dan saling tuduh sebagai penyebab krisis pangan ini. Setidaknya ada dua langkah yang bisa dilakukan. Pertama, Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan peningkatan produksi pertanian secara nasional. Caranya dengan meningkatkan reset dibidang teknologi pangan dan mengamankan dan memperluas lahan atau areal untuk menanam. Dengan adanya perhatian yang lebih dalam pengembangan reset di bidang teknologi pangan diharapkan nantinya kita mampu menghasilkan bibit unggul yang murah dan berkulaitas untuk menunjang peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian Tanah air. Disisi lain pemerintah harus mempermudah para petani dalam melakukan usahanya, yaitu dengan memberikan modal pertanian dan mensubsidi harga bibit, pupuk hingga membantu mendistribusikan hasil panen para petani.
Kedua, upaya hukum dalam menindak konspirasi yang terorganisir antara para pengusaha yang bekerjasama dengan oknum pemerintah dalam memainkan harga pasar perlu dilakukan. Caranya dengan mengkordinasikan pihak yang berwenang, yaitu Departemen Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Bulog, dan Kepolisian dalam menindak pihak-pihak yang secara hukum merugikan dan berbuat curang. Selama ini operasi pasar dilakukan untuk menindak pengusaha kecil, mengapa tidak dimulai dari pegawai di instasi yang terkait dengan permasalahan pangan ini. Sanksi tegas mutlak diperlukan untuk membuat efek jera. Agar para tengkulak dan pengusaha di bidang pangan takut jika ingin berbuat curang.
Apa yang terjadi dengan keadaan pangan di negeri sungguh bukan suatu hal yang baru. Kita sudah sering mengalami ini dari tahun-ketahun namun mengapa permasalahan ini seolah tidak bisa diatasi. Atau kita tidak mau belajar dari kesalahan yang sama sebelumnya. Sangat bodoh jika kita terjatuh kelubang yang sama untuk kedua kalinya.