Sunday, September 30, 2007

Korporatokrasi Tren Baru Kekuasaan

Politik tanpa didukung finansial yang kuat akan menjadi kekuatan yang lumpuh dan sebaliknya finansial tak akan berkembang jika jauh dari kekuasaan. Mengutip pendapat sosiolog politik Amerika Serikat Barrington Moore Jr dalam bukunya Social Origins of Dictatorship and Democracy (1966) menulis sebuah pernyataan menarik, ”No bourgeoisie, no democracy”. Dan dimaknai Demokrasi bakal tumbuh dan berkembang jika kelas borjuis menjadi kuat dan aktif dalam proses demokratisasi. Berangkat dari doktrin ini akhir-akhir ini banyak pengusaha yang terjung kedunia politik. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah dampak atau pengaruh yang akan ditimbulkan dari masuknya pengusaha ke dalam dunia politik atau diistilahkan dengan era korporatokrasi di Indonesia ini?

Diantara pengamat politik saling bertentangan berpendapat, ada yang menganggap korporatokrasi ini dengan optimisme positif dan tidak sedikit juga yang mengecam masuknya pengusaha ke ranah politik. Sisi baik dari masuknya pengusaha ke dunia politik diharapkan akan menumbuhkan jiwa entrepreneur atau kemandirian dalam membangun perekonomian wilayah yang dipimpinnya, seperti yang dilakukan oleh gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Sementara kekhawatiran negatif muncul bila pengusaha hanya menjadikan kekuasaan sebagai alat memperluas dan melanggengkan usaha-usaha yang dijalaninya dengan melakukan praktek KKN.

Dalam struktur kekuatan politik Indonesia setidaknya ada empat pilar utama; presiden (pemerintahan/birokrasi), parlemen (manifestasi kekuatan partai politik), pengusaha (modal), dan militer. Sebuah rezim otoritarian akan terbentuk jika empat pilar ini dapat disatukan dalam satu tangan. Presiden Soeharto berhasil melakukan monopoli kekuasaan tersebut hingga dapat bertahan selama 32 tahun. Pada saat keempatnya lepas atau terpecah belah, rezim tersebut pun tumbang. Di pengujung kekuasaannya Presiden Soeharto menghadapi bubarnya kabinet karena sebagian besar menteri mengundurkan diri, DPR menarik diri dan memintanya mundur, para pengusaha melarikan uang ke luar negeri, dan militer terbelah dalam konflik internal.

Kekuatan yang ada dalam politik Indonesia saat ini sebenarnya cukup memenuhi empat pilar tersebut dimana Presiden SBY berasal dari kalangan militer dan lebih dekat dengan birokrasi, sementara wakilnya Jusuf Kalla memegang dua pilar lainnya yaitu sebagai ketua parpol dan juga pengusaha. Dengan konfigurasi ini sebenarnya Indonesia berada dalam kondisi ideal untuk membangun negeri ini. Karena gesekan yang ada cenderung sedikit dan mampu menyatukan semua pilar yang ada. Walau terkadang Conflict of interst itu muncul namun tidak terlalu mengancam keberlangsungan pemerintahan.

Dalam memandang tren korporatokrasi ini diperlukan sikap yang bijak dari semua pihak. Pengusaha yang masuk ke domain politik bukan-lah suatu hal yang menakutkan, justru akan menimbulkan dampak positif bagi perkembangan politik itu sendiri dengan adanya kemandirian di sisi finansial. Namun perlu diingat bahwa pengusaha yang sudah menjadi pejabat publik sekarang, mereka sudah menjadi milik publik. Karena itu sudah seharusnya mereka memikirkan melayani rakyatnya sekarang dan meninggalkan atau menyerahkan usahanya ke orang kepercayaannya, agar tidak tercampur-aduk dalam satu kepemimpinan. Sikap profesionalisme pegusaha yang kini menjadi penguasa itu sendiri yang kini dituntut lebih dimunculkan melalui kebijakan yang menguntungkan masyarakat, untuk menepis tudingan miring kalangan yang memandang negative munculnya pengusaha-pengusaha ke dunia politik.

No comments: